ESSAY Tentang PENDIDIKAN KRISTEN : Peran Guru dalam Membangun Spiritualitas Siswa Tidak Hanya Religiusitas
Pendahuluan
Berdiri
di depan kelas dan menyampaikan materi sesuai dengan rencana pelakasanan
pembelajaran yang disusun. Semua itu adalah hal utama yang disampaikan setiap
orang apabila ditanya tentang : apakah tugas guru. Tidak ada yang salah apabila
banyak yang beranggapan seperti itu
tetapi apabila ditilik lagi sebenarnya menjadi seorang guru lebih dari
yang dipikirkan banyak orang. Guru bukan hanya berperan sebagai pribadi yang
mendidik anak- anak di sekolah untuk mata pelajaran tetapi juga mendidik
karakter dan cara pandang siswa terhadap kepercayaan dan keyakinannya. Adapun
sebuah kasus yang pernah dilansir oleh tempo.com,
bahkan seorang pengusaha muda di Indonesia masih dengan jelas mengingat guru
yang mendidiknya sewaktu di bangku sekolah menengah pertama. Menurut beliau,
semua tindak tanduk beliau begitu buruknya hingga ia mendapati dirinya di kelas
agama Islam. Beliau merasa semakin membaik saat dibimbing oleh sang guru,
menurutnya ia memahami unsur spiritul yang seharusnya dimiliki sebagai seorang pemeluk agama Islam. Mungkin
semua nasihat yang diberikan tak pernah disadari berharga oleh teman- teman
sekelasnya tetapi dengan melihat dirinya yang sekarang ia sungguh berterima
kasih. Berterima kasih karena sekalipun ia berkecimpung dalam dunia perekonomian
yang cukup kotor dengan ketimpangannya, ia
selalu mencoba untuk meneropongnya dengan ajaran agama islam. Dari kasus ini,
penulis merasa penting untuk menjelaskan peranan guru sebagai pendidik yang
bukan hanya membangun suatu religiusitas tetapi spiritulitas siswa.
ISI
Guru
secara umum memliki peran seperti yang dideskripsikan oleh Rochman, ia berusaha
memberikan banyak masukan dari begitu banyak pemikir tentang peranan guru pada
umumnya. Beliau menjelaskan bahwasanya guru memiliki peran untuk mendidik,
mengajar, melatih dan membimbing siswa. Guru bukan hanya sekedar penyampai
pelajaran. Pribadi guru lebih daripada itu, lebih dari apa yang diucapkan dan
metode apa yang dipergunakan. Guru menentukan kadar dan arah pertumbuhan siswa. Perilaku guru yang sehat dapat mengembangkan
perilaku siswa yang sehat pula. Sebagian besar dari peranan guru itu merupakan
hubungan antarpribadi. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar itu bukan
semata- mata merupakan kegiatan instruksional. Banyak sekali efek pengiring di
samping efek instruksional yang terekam oleh siswa pada waktu terjadi interaksi
belajar- mengajar. (Rochman, 1998, Hal
32- 33). Dimana “ Belajar bukan hanya
mengenai cara siswa mampu menghapal materi yang ada dan sejalan dengan itu mendapatkan
nilai yang baik sesuai dengan harapan atau standar yang telah ditentukan.
Tetapi lebih daripada itu pembelajaran yang bermakna mampu membuat suatu
pembelajaran lebih baik dan terekam tepat di dalam memori peserta didik.”
(Sukmadinata, 2005, Hal 188). Mengingat hal itu perlu diketahui bahwa guru
harus menjadi Gembala. Hal ini juga dikemukakan oleh Brummelen bahwa Tuhan
memangggil para guru untuk menuntun siswa mereka di dalam jalan hikmat (Ams 4 :
11). Guru adalah gembala: penunjuk jalan, penasihat, pelatih, dan penghibur.
Guru menuntun para siswa untuk mengembangkan bakat mereka dan menjawab
panggilan hidup mereka di dalam cara yang lebih dalam dan menyeluruh. Guru
menuntun mereka untuk menjadi murid Tuhan yang lebih kompeten, peka dan
responsif. (Van Brummelen, 2006, Hal 45).
Maka
dari itu dibutuhkan seorang guru yang mampu membangun suatu sikap yang postif
dan terlebih dalam hal ini spiritualitas dan bukan hanya religiusitas semata.
Religiusitas hanya membahas mengenai suatu tingkah laku agama yang seharusnya
dilakukan sedangkan spiritualitas merupakan kondisi rohani yg menunjukkan
adanya relasi seseorang dengan Tuhan Yesus. Perry menjelaskan bahwa : Semua hal
tentang pengajaran seharusnya menugaskan kita untuk membantu orang lain agar
dapat mengerti dan hidup di dalam relaita yang ada. Mengajar untuk kebangunan
spiritualitas adalah cara untuk kita membantu orang lain hidup dalam kebenaran
kepada Kemuliaan Tuhan. Teori kurikulum sering berbicara tentang
pengorganisasian suatu prinsip atau materi, tetapi setiap hal yang ada dalam
kurikulum seharusnya memiliki fokus. (Perry, 1994, hal 197- 198).
Setelah
mengetahui peran guru adapun cara guru untuk membangun spiritualitas siswa
adalah dengan cara, guru yang mampu mengintegrasikan setiap materi pembelajaran
dengan iman kekristenan. Pak Tong menyampaikan bahwa aspek spiritual setidaknya
tak dapat diturunkan oleh karena keturunan pada (1 Sam 2 : 11- 26) terlihat
bahwa Eli yang begitu taat kepada Tuhan tak menjadi jaminan bahwa mampu
memiliki anak- anak yang baik. Di dalam Perjanjian lama, seakan- akan
mengimplikasikan bahwa spiritualitas tidak menurun menjadi sifat pembawaan.
Tetapi dalam Perjanjian Baru, perkataan Paulus mengimpilkasikan bahwa spiritual
dapat diturunkan melalui : Taat kepada Firman Tuhan dan mengajar dengan baik
anak- anak yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Bagi pak Tong ini bukan
kebetulan tetapi anugerah, sehingga dengan teladan dan pengajaran yang baik
maka sifat rohani bisa diteruskan kepada anak- anak. (Tong, 2005, hal 36 ). Di
dukung oleh Perry pun menjelaskan bahwa bahkan semua prikop pembeajaran
seharusnya memproklamirkan tentang kebenaran.
Suatu hal yang seharusnya dimiiki oleh pengajar kristen adalah untuk
mengajar umat Allah tentang kebenaran dan relasi di dalam hidup. (Perry, 1994,
hal 199).
Hal
lainnya adalah bahwa guru harus memilki kontak dengan siswa untuk menyatakan
tentang kehidupan Christian person
yang seharusnya: Beribadah
dan pelayanan sebagai ucapan syukur dan kasih pada Allah.
Hal ini juga dikemukakan oleh pak Tong bahwa guru sebagai pendidik semestinya
memiliki kontak dengan muridnya. Berupa kontak dari jiwa ke jiwa, dari hati ke
hati, dari pikiran ke pikiran dan dari emosi- ke emosi. Berarti akan terjalin
suatu hubungan antara pribadi dan pribadi. Maka murid akan memilih untuk
dipengaruhi secara tak ia sadari karena menerima kontak kasih itu. Seperti
apapun sifat buruknya mampu untuk di ubah. (Tong, 2005, hal 54).
Hal
ini adalah benar bahwa “Tuhan memanggil guru kristen untuk menuntun anak muda
dalam pengetahuan dan kepekaan yang kemudian memimpin mereka untuk melayani
Tuhan dan sesama manusia. Itulah yang menjadi dasar dari tuntutnan yang kita
berikan saat kita berjalan di dalam kelas.” (Van Brummelen, 2006, hal 44). Melayani Tuhan pun adalah harus dengan
motivasi yang tepat karena bentuk ucapan syukurnya karena kasih Tuhan atas
hidupnya dan ingin mempergunakan karunia yang dimiliki untuk kemuliaan nama
Tuhan. “Guru- guru kristen adalah pelayan yang mengetahui karunia- karunia
Tuhan baik dalam diri maupun dalam siswa- siswa yang Tuhan telah percayakan
kepada mereka. Mereka adalah imam yang penuh kasih yang memberikan dorongan dan
kasih sayang pada kelas mereka.” (Van Brummelen, 2006, hal 44).
KESIMPULAN
Tuhan
sudah memerintahkan guru atau pendidik sejak awalya untuk mengembalakan domba-
domba kecilnya, maksudnya disini adalah anak- anak didik kita. Setiap orang
memang tidak memiliki bakat untuk mendidik tetapi sebagai orang dewasa perlu
mengasihi anak- anak terkhususnya setiap guru. Maka dari itu, diperlukan guru-
guru kristen untuk menjadi garam dan terang dunia di sekolah- sekolah umum.
Keluarga, gereja, dan sekolah idealnya membentuk sebuah penopang kaki tiga
dalam pendidikan yang dengan teguh berdiri atas dasar firman Tuhan dan api Roh
kristus. Ketiganya perlu bekerjasama mempersiapkan anak- anak untuk mempunyai
kehidupan kristiani.
REFERENSI
Downs, P. 1994. Teaching for spiritual Growth. Grand Rapids: USA
Natwidjaya, R.1988. Peran guru dalam bimbingan di sekolah. C.V. Abardin: Jakarta
Sukmadinata, N.2005. Landasan psikologi proses pendidikan. PT.
Remaja Rosdakarya: Bandung
Tong, S. 2005. Arsitek Jiwa I. Momentum: Surabaya
Van Brummelen, H. 2006. Pendekatan kristiani dalam pembelajaran.
Universitas Pleita Harapan: Jakarta

Komentar