Culture Shock


BELAJAR DARI KOMUNITAS
 “ Balajar rajing – rajing supaya bisa for inja pulou jawa ”. Ini adalah salah satu nasihat orang tua di daerah Ambon, yang berarti belajarlah dengan sungguh supaya bisa menuntut ilmu di tanah jawa. Pemikiran masyarakat di kota Ambon, bahwa seorang anak yang mampu sekolah hingga keluar daerah itu berarti ia sangat pandai dan nantinya akan sukses. Syukurlah ibu saya tidak memiliki pandangan seperti itu, beliau adalah angkatan 70an, yang mana pola pikirnya telah modern dan memahami filosofi yang benar tentang kalimat tersebut. Beliau tidak pernah memaksakan saya untuk melanjutkan sekolah keluar daerah, tetapi beliau tahu pendidikan di Ambon setelah tragedi kerusuhan tahun 1999 membuat kualitas pendidikannya menurun drastis. Saya pernah meminta restu dari beliau untuk melanjutkan SMA di Jakarta, tetapi beliau tidak merestuinya karena berbagai pertimbangan sekalipun beasiswa 100 %. Menurut beliau saya yang masih terlalu muda akan tertekan dengan suasana baru dan semua halnya yang menuntut profesionalitas dalam proses belajar mengajar. Beliau memiliki pengalaman hidup yang tak terbilang banyaknya, jadi saya sebagai anak jelas harus menaati keputusannya.
Perlu diakui berada jauh dari rumah bukanlah hal luar biasa, karena biasanya saya diikutsertakan pada lomba sekolah hingga tingkat nasional. Beberapa hari di negeri orang tak membuat saya khawatir. Biasanya saya hanya di temani  satu guru pendamping dan saya sudah tak canggung mengurus administrasi keberangkatannya. Dari setiap pegalaman itulah saya meminta ijin dari ibu saya untuk kuliah di Teachers college. Beliau adalah seorang lulusan sosiologi strata satu di Universitas Pattimura Ambon, beliau mengetahui tentang teori dan psikologi seorang manusia. Untuk itu beliau menyakan kesiapan saya, dan dengan yakin kata “ ya ” keluar dari mulut ini.
Semua proses saya lalui dan akhirnya saat untuk keberangkatan, beliau memberi banyak nasihat dan banyak arahan bagi saya kedepannya. Tetapi saya tetap meyakinkan diri sendiri dan beliau tentang kesanggupan ini. Saya sudah mempelajari daerah Tangerang khususnya Universitas Pelita Harapan, Teachers college di internet dan semua informasinya disimpan untuk bekal nanti.

Fase Bulan Madu
Sesampainya di bandara Soekarno Hatta semuanya begitu manis dipandang. Kakak kelas yang begitu ramah menjadi panitia penyambutan anak baru, saya merasakan kasih mereka dengan memperhatikan dan membantu kita untuk masalah transportasi, tiket sampai konsumsi siang itu. Canda dan tawa mewarnai perjalannan menuju kampus yang katanya luar biasa itu, tak henti ucapan syukur saya naikan untuk Tuhan. Sesampainya di asrama saya terpukau dengan sambutan yang luar biasa meriahnya, kami di sambut dan dipeluk layaknya saudara sendiri. Hal ini lebih menegaskan saya bahwa nantinya penerimaan baik akan saya dapatkan dari komunitas diasrama Teachers college Universitas Pelita Harapan ini.
Saya kagum dengan kampus yang begitu hijau, asumsi awal saya, saya yakin ini akan menjadi tempat yang nyaman untuk belajar dan bersosialisasi, sebab lingkungan sekitar sudah sangat mendukung. Waktu terus berjalan semuanya terilihat baik – baik saja, tidak terlintas kekhawatiran sedikit pun. Saya mengikutsertakan diri dalam perlombaan Impartasi mahasiswa kala itu, saya tidak canggung untuk berbaur dengan orang lain. Sejauh ini semuanya belum terlihat sisi negatif darisetiap pribadi dan saya merasa nyaman karena itu. ”Pada fase ini, seseorang yang baru menginjakkan kakinya di negeri asing merasa semua hal berjalan mulus dan menyenangkan. Hal-hal baru akan membuatnya merasa gembira dan menikmati gaya hidupnya di negeri baru”.

Fase Penolakan
Semuanya itu ternyata tidak berakhir sampai pada kalimat Happy Ending. Saya melihat banyak sekali perbedaan di asrama Teachers college. Sumber daya yang begitu berbeda, air yang begitu keruh membuat gatal dan jerawatan. Adapun beberapa teman saya yang sepertinya tidak menghargai teman dari daerah lain, dengan tetap menggunakan bahasa daerah di kamar. Tempat belajar yang tidak efektif, konsentrasi saya buyar karena banya keributan di kamar. Semua itu membuat keruh pikiran. Akhirnya mulailah membuat pebandingan antara  semua hal yang ada di rumah saya di Ambon dan asrama TC Tangerang. Terkadang adakalanya terbersit dalam pikiran ntuk resign, sebab masalah yang di hadapi pada kehidupan berasrama adalah terlalu sulit. Apalagi saya anak rumahan yang tak pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Disini sangat dituntut pengertian dan keterbukaan yang tinggi satu dengan yang lain. Budaya ini sangat berbeda dengan budaya di Indonesia bagian timur, yang lebih senang menutup diri dan menyimpan masalahnya sendiri.
Saya adalah orang yang sangat sulit mempercayai cerita kehidupan pribadi kepada orang lain, sedangkan saya di asrama ditunut untuk terbuka, saling mendengarkan dan memikirkan masalah orang lain. Merasa kepribadian saya ditelanjangi dan pribadi ini ditilik sampai kedalamannya. Terkadang saya merasa sebenarnya tujuan MYC melakukan semua ini tidak tepat, lebih baik asrama ini di fungsikan sebagai tempat tinggal saja. Komunitas tidaklah terlalu penting. ” Pada fase ini, hal-hal kecil bisa menjadi gangguan. Akibatnya, kita mulai sering mengeluhkan situasi di negeri baru serta membanding-bandingkannya dengan negari kita”.

Fase Kompromi
Memikirkan tentang pribadi saya yang di ditelanjangi lewat teguran kasih oleh setiap orang di asrama memberi pengertian positif. Ternyata budaya kristiani begitu di tanamkan dan kasih serta kesabaran menjadi bentuk implementasinya. Cara Supervisor menegur apabila saya melanggar peraturan dan teman – teman kamar lakukan tidak bermaksud menjatuhkan tetapi sebaliknya. Saya perlahan – lahan memahami bahwa semua teguran itu untuk menyadarkan saya tentang kebiasaan buruk yang di timbulkan oleh dosa. Saya memahami satu hal, Allah menemapatkan setiap orang disekitar kita dengan tujuan yang tepat. Setiap ego yang tidak tepat Tuhan tundukan.” Fase ini ditandai dengan mulai munculnya pemahaman kita akan budaya, nilai-nilai moral, dan kebiasaan baru di lingkungan kita. Kita mulai bisa bertoleransi dengan perbedaan-perbedaan yang ada. Biasanya fase ini terjadi setelah dua atau tiga bulan kita tinggal di daerah baru”.

Fase Assimilasi             
Akhirnya saya mengerti asrama yang dikelolah oleh MYC dengan menghadirkan kepada kami SPV dan teman – teman kamar pada setiap balkon. Bertujuan agar kita dapat belajar bahwa perbedaan bukanlah sesuatu yang negatif di dunia ini. Bahkan dari semua perbedaan itu kita dapat saling melengkapi dan memahami setiap karya penebusan Allah bagi dunia ini
Pada fase terakhir ini, kita sudah bisa menerima kebiasaan, adat, dan pola pikir di negeri yang baru. Kita bisa menerima bahwa tidak ada budaya baik atau buruk, yang ada hanya perbedaan”.

Culture shock tak pernah terjadi hanya sekali seumur hidup. Merasa sedih, terasingkan, temperamen cepat berubah, merasa sering tidak berdaya, terkadang disertai masalah kesehatan, merasa kehilangan identitas pribadi, dan menjadi kurang percaya diri. Semuaya itu menjadi gejala – gejalanya. Culture shock  perlu diatasi dengan beberapa cara, diantaranya : berpartisipasi dalam budaya baru, bersikap tegas dan belajar mengungkapkan perasaan, bersedia berbagi budaya, menahan judgement tentang budaya baru yang akan dimasuki, secara periodik menghubungkan diri dengan budaya asal, tetap memelihara identitas diri dan budaya asal, tidak menginterpretasi budaya baru dengan budaya asal, belajar menggunakan perkakas budaya baru, mencari berbagai informasi tentang budaya baru, menjaga toleransi ambiguitas makna yang tercipta dari kedua budaya, tetap memelihara sens of humor dalam komunitas, belajar menerima sesuatu yang tidak sesuai harapan, tetap open minded dan berdoa selalu untuk diri sendiri dan komunitas.


KESIMPULAN

Semua hal yang kita lewati dalam hidup ini bukanlah suatu kebetulan belaka. Kita adalah bagian dari rencana Tuhan, rencana penebusanNya. Tuhan menciptakan kita sejak  awal dengan semua kebaikan, tetapi karena dosa maka gambar dan rupa Allah telah rusak. Lihatlah banyak hal yang kita lakukan menurut kehendak pribadi tanpa perlu bertanya kepada Allah. Sejak awal rencana yang Allah buat bagi kita indah, untuk sama – sama kita melayani untuk memperoleh tempat di rumahNya.
Saat dimana kita dipercayakan oleh Tuhan dengan talenta dan hikmat untuk menuntut ilmu di daerah lain, ini adalah berkat yang tak ternilai hargannya. Perlu untuk disyukuri dan terus didoakan. Setelah mengetahui bahwa inilah rencanaNya serta panggilanNya. Mari kita jalani bersama, meminta tuntunan dari roh kudus untuk memimpin dan membimbing. Berjalan artinya melewati jalan yang juga di lalui orang lain, pastinya kita akan di perhadapka dengan orang lain. Kepribadiaannya yang begitu berbeda, cara dan nada berbicara,belum lagi tingkah lakunya. Apabila tidak sesuai dengan yang kita harapkan, jangan sekali – kali kita membencinnya, karena Allah menempatkan dia untuk mungkin mendidik kita atau sebaliknya.
Mengucap syukur memang bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Untuk merendahkan hati dengan mematahkan ego di depan orang lain  adalah sesuatu hal yang sangat tidak menyenagkan. Seperti halnya menembakan pistol di kepala sendiri. Peluru yang seharusnya tertanam untuk orang lain tapi ditembakan ke diri sendiri. Tuhan mau kita mengikuti salibNya, jangan dilihat dari kesakitannya tetapi lebih kepada pengorbanNya. ( 1 yoh 4 : 19 Kita mengasihi karena Allah lebih dulu mengasihi kita.)
Kalau memang kita tidak mampu menatap orang yang telah menyakiti hati ini,  amapuni dia dan pandang lagi salib kristus. Setelah itu tanamkanlah pada hatimu bahwa kita memiliki misi yang utama yaitu untuk melayani Tuhan , jadi lihatlah manusia yang ada sebagai Image of God itu sendiri. ( Matius 20 : 28 Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melayinkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.)


REFERNSI

Komentar

Oraetlabora mengatakan…
waw..... baru tau ada website ega...
luar biasa sangat inspiratif.
Yakin lah jadi berkat bagi banyak org.
Ega, cci buat website gk maju2.. hahaha
Mega Talahatu mengatakan…
Makasih banyak ci :D semoga, kita sama- sama memberkati. Cici kok bisa ketemu ega punya web ? :D
Lizbeth Yulia Christi mengatakan…
hai kak aku juga calon maba di UPH TC . Sangat inspiratif kak, aku jd deg-deg an :((
Mega Talahatu mengatakan…
Hai Lizbeth.. semoga tetap menjadi berkat, bahkan sekalipun itu bukan di tempat asalmu. Tuhan Yesus memberkati.
Unknown mengatakan…
Wihh keren kak!! saya juga calon mahasiswi di UPH TC. lagi menunggu pengumaman Gelombang k3-2 yg bakal pergi ke UPH nanti bulan Agustus. saya juga anak rumahan kak, jadi saya kurang terbuka dengan orang yg baru saya kenal. tapi setelah membaca cerita kakak saya mulai mengerti, itulah tujuan kita masuk asrama untuk saling berpikiran terbuka. karena kalau dipikir2, berpikir sendiri enggak enak.. hehehe kayanya komentar aku panjang ya haha. See You later kak. semoga kita nanti ketemu
Mega Talahatu mengatakan…
Wah .. Baru baca ini Kristin. Semoga kamu betah nanti yah di asrama TC. Tuhan akan mampukan kok :D