Pengarang : Harro Van Brummelen
Penerbit : Universitas Pelita Harapan
Tahun terbit : Cetakan I thn 1998 Cetakan II th 2006
Kota terbit : Jakarta
Jumlah halaman : 209 hlmn
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNaHybei7GxYl_yqbqwhu-4qWCA_mFbyIXRDwKZmv4iiPXWxqE8luMEJJcHKrwJ9RaADxaePgPqa7zYHSy4KZkBVgm2oWgxpD2Iaj_7kCRFWWS3qNh-Y-7qV7P6Q5u1-9THZU9CkyxvPE/s1600/cover-tc3.jpg)
Van Brummelen mengungkapkan
pula dalam kejadian1 :26, Allah berfirman untuk menjadikan manusia menurut gambar dan rupaNya. Oleh karena itu, semua manusia adalah gambaran rupa Allah,
termasuk guru dan murid. Menyandang gelar citra Allah bukanlah sesuatu yang mudah dan bukanlah suatu pilihan,
karena Tuhan telah memberikan pada kita seperti adanya kita sekarang. Kita menjadi gambarNya dengan menggunakan kebebasan dan kemampuan unik kita. Kita menghormati dan mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan mengelola karya Tuhan dengan cara yang
responsive ( hal. 90). Dengan menyadari akan hal ini, pendidik Kristen harusnya memandang tugas mereka sebagai sebuah kesempataan dan tanggung jawab yang
Tuhan berikan untuk dapat mendidik buah karyaNya yang begitu mulia agar dapat memancarkan kemuliaan Tuhan.
Beranjak dari pandangan bahwa semua manusia adalah citra Allah, kita harus menyadari bahwa siswa, sebagaimana
guru, adalah setiap manusia berdosa yang
mencerminkan gambran dan rupa Allah yang tidak sempurna atau rusak, sehingga memerlukan penebusan dan melakukan pembaharuaan setiap hari ( Rm 3 : 23 – 24
). Oleh karena itu, harus berawal dari kita sebagai guru kristen
yang memilki hati mau bertobat dan iman akan kebangkitan kristus, sehingga mampu membimbing dan mengarahkan siswa, agar dapat mengembalikan citra Allah yang telah rusak dalam dirinya, semakin hari semakin serupa dengan kristus. Maka seperti yang diungkapkan
Van Brummulen ( hal. 93 ) pengajaran kita haruslah membantu siswa menjadi berubah oleh pembaharuan budi mereka ( Rm 12 : 2 ). Kita harus merencanakan pengajaraan dan memilih materi
yang dapat mendorong siswa untuk menerima panggilan istimewa mereka sebagai gambar Allah. Hal
inilah yang menjadi salah satu tujuan dari pendidikan Kristen sebagai agen rekonsiliasi.
Siswa sebagai gambar Allah memilki komitmen nurani kepada Allah yang
berpengaruh kepada pencitraan mereka, termasuk pembelajaran, sikap dan nilai – nilai mereka. Semua dimensi dari kehidupan siswa, bahkan yang
terkadang diluar kendali kita, semuanya mempengaruhi proses
belajar di kelas kita.
Oleh karena itu, para pendidik Kristen mempunyai tujuan untuk menanamkan komitmen kepada Allah di dalam diri siswa – siswinya melalui keteladanan pribadi maupun rangkaiaan pengalaman pembelajaraan.
Disamping itu
yang harus selalu diperhatikan oleh seorang guru kristen, setiap manusia adalah gambaran Allah yang memilki karunia istimewa ( Rm 12 : 4 -8
),begitupun setiap anak unik di hadapan Tuhan, menurut kehendak Allah di dalam menciptakan dia. Walaupun semua siswa terlibat aktif di kelas, tidak semua siswa dapat mencapai prestasi yang sama.
Oleh karena itu kita harus merencanakan pembelajaraan dengan merancang kegiataan – kegiataan belajar yang berbeda –
beda dan mendorong para siswa menanggapinya dengan cara yang unik.
Penulis berharap kita harus memampukan siswa untuk mengenali karuniannya dan mengembangkannya. Dorong mereka untuk melakukan yang dapat dijalankannya dengan baik sehingga siswa memilki perasaan berharga( hal. 93 ).
Salah satu implikasi dari pandangan dan pemahaman ini dalam sebuah pembelajaraan adalah setiap siswa harus diberikan peran yang penting oleh guru untuk berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan kelas ataua cara sekolah, sehingga setiap siswa merasa dihargai. Van Brummulen ( hal. 93 ) mengatakan,
para siswa perlu mengetahui bahwa kita sebagai guru
mengahargai mereka karena telah menjadi anggota yang berkontribusi dalam komunitas belajar dengan dapat menampilkan gambaran Allah yang
unik dalam semua aspek kehidupan mereka.
Buku
ini memiliki beberapa hal yang sangat
menarik perhatian pembaca, diantaranya : penulis memberi pengantar sebuah bab
dengan ilsutrasi kasus yang sering dialami pengajar dan cara penulis
mendeskripsikan dua kasus atau lebih untuk memacu proses berpikir pembaca
sebelum masuk kepada materi yang ada. Salah satu contohnya adalah, pada bab III
dengan judul “Merancang kelas untuk belajar”. Penulis menyajikan dua pribadi
pengajar yang berbeda cara pandangnya tentang merancang kelas untuk belajar,
Marlyn Chung yang beranggapan bahwa dengan mengatur waktu pembelajaran yang
baik dan kelas yang serius mampu membantu kelas untuk belajar dengan baik. Hanya
saja dampak yang diterima oleh siswa di kelas ibu Marlyn adalah siswa cukup
mengetahui pengetahuan dasr dengan baik tetapi pendekataan marlin melumpuhkan
kreativitas dan spontanitas para siswanya. Sebaliknya, di kelas Donna Van Dyke
membuat suasana kelas yang hangat dan menyenangkan. Hanya saja timbul
pertanyaan apakah ibu Donna mampu memastikan bahwa pengetahuan yang seharusnya
diberikan dapat diresap semua siswa dengan baik.
Adapun disetiap bab
terdapat kegiatan yang dengen jelas membantu setiap pembaca terkhususnya
pengajar untuk berefleksi dan memikirkan kembali cara pengajaran yang
seharusnya kita lakukan. Korelasi menjadi nilai tambah dalam setiap kegiatan,
walaupun berbeda bab sekalipun adanya kesinambungan materi dari setiap kegiatan
membuat penulis tertarik menyambung terus setiap kegiatan. Selain itu di setiap
bab terdapat rangkuman yang memampukan para pembaca untuk menemukan inti sari
materi.
Kekurangan yang ada pada
buku ini sendiri sangat kecil dibanding kelebihannya sebab pencetak sendiri memperkecil kesalahan
– kesalahan teknik yang berarti. Hanya saja kekurangan yang harus diangkat dari
buku ini adalah kepadatan materi terkadang membuat bosan pembaca apalagi
pembaca visual yang sangat ingin melihat gambar unik sebagai selingan materi. Materi
yang ada sudah sangat baik terlebih untuk beberapa kali revisi yang dilakukan
dari buku dengan judul aslinya sebelum diterjemahkan “ Walking with God in the
classroom”.
Komentar