Sudah
beberapa hari ini saya sering khawatir dengan banyak hal. Saya mempertanyakan
tentang kemampuan dan kesanggupan untuk melakukan praktikum terakhir di Jogja
bulan depan. Saya adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang mempersiapkan
diri untuk mengikuti praktikum dan nantinya membuat skripsi. Saya mengambil
program keguruan yang mana mengharuskanku untuk mengajar dan melatih diri menjadi
seseorang yang konsisten.
Kekhawatiran
saya memuncak karena menganggap diri tidak mampu dan semua yang dilakukan
adalah sia- sia. Saya merasa diri ini tidak akan mampu menjalankannya dengan
baik. Seperti halnya saya berdiri pada sebuah cermin besar pada film Harry
Potter yang berharap melihat kerinduan terdalam dirinya. Kerinduan untuk mampu
mengajar dengan baik dan persiapan yang sempurna untuk skripsi. Dalam hal ini
untuk mempersiapkan diri dengan baik saya meminjam beberapa buku untuk dibaca.
Selanjutnya saya membuat list yang perlu dilakukan, hingga beberapa waktu yang
lalu sempat terbawa dalam mimpi tidur malam dan itulah mimpi buruk kesekian
kalinya.
Saya
begitu lelah hingga berpikir untuk melakukan aktivitas lain yang tidak ada
hubungannya dengan bahan ajar, metode penelitian dan instrumen lainnya. Mencari
video film lama sepertinya pilihan yang tepat, sekaligus merapikan beberapa
folder di laptop. Tanpa disadari terlihat sebuah video yang menjadi jawaban
kekhawatiran saya. Beberapa bulan lalu video ini pernah diputar di ruang devosi
dan membangkitkan iman dan kepercayaan dalam diri kepada Kristus.
Saya
masih mengingat jelas pada ruang devosi mahasiswa 602, salah satu dosen yang
belum pernah mengajar di kelas kami 12 Eknonomi memberikan sebuah kasus di
alkitab. Jujur, situasi ruang devosi kita kala itu sungguh padat dengan berpuluh-
puluh mahasiswa di dalamnya. Apabila saya adalah beliau, pastinya cukup
kewalahan dan berpikir untuk mengganti metode diskusi kelompok dengan ceramah
saja. Tetapi tanpa disadari hari ini akan menjadi sejarah tak terlupakan dalam
hati dan mungkin kepada beberapa orang yang ada di dalam ruangan ini. Hanya
saja saya bukan ahli membaca pikiran mereka satu persatu, bukan?
Beliau
memberikan petunjuk jalannya diskusi kelompok hingga selesainya nanti kemudian
beliau meminta kesedian kami untuk mengikuti prosedur yang ada. Jelaslah, beliau
perlu memanajeman ruang devosi ini dengan baik karena didesak oleh hal lainnya
yaitu waktu yang dibutuhkan hanya setengah jam. Ia meminta kami membaca Yohanes
6: 1-15. Dalam pikiran saya muncul pertanyaan yang tidak jauh berbeda dengan
seorang peminat acara hiburan di stasiun TV saat melihat iklan acara baru dan
mempertanyakannya : Adakah sesuatu hal yang baru untuk kami?
Yohanes
6:1-15 membahas tentang bagaimana Tuhan Yesus diikuti banyak orang ke sebuah
bukit yang sunyi dan mereka ingin mendengarnya, dan melihatnya melakukan
mujizat- mujizat penyembuhan. Waktu berjalan dengan begitu cepat hingga siang
beganti malam, mereka begitu kelaparan hingga Yesus menanyakan apa yang ada
padamu? Murid- muridnya mengatakan ada lima roti dan dua ikan dari seorang anak
kecil. Singkat cerita, mujizat pun terjadi hingga tersisa 12 bakul penuh
makanan.
Setelah
membacanya, beliau meminta kita beperan sebagai beberapa orang di dalam kisah luar
biasa ini. Sebagai Tuhan Yesus, sebagai murid- muridNya, sebagai kerumunan
orang banyak dan sebagai anak kecil. Kami yang berada di dalam kelompok
memutuskan untuk memilih berperan dan berpikir sebagai seorang anak kecil
dengan lima roti dan dua ikannya. Apabila kami adalah anak kecil tersebut, kami
akan berpikir dua kali untuk memberikan makanan yang ada. Dalam pemikiran kami
untuk apa memberikan hal sekecil ini? begitu tak berguna mungkin hanya akan
memberi makan beberapa orang. Toh, saya juga anak kecil, butuh untuk mengisi
perut dan ini milikku. Hanya saja, pada
akhirnya ia menekan sikap egonya dan tetap memberikan yang ia miliki sekalipun
kecil. Ia tahu Yesus mampu melakukan mujizat yang bahkan belum pernah ia lihat
sebelumnya.
Selanjutnya
kami mempresentasikan dengan sistematis pemikiran anak kecil itu dalam ruangan
devosi yang padat itu. Kemudian disusul dengan beberapa kelompok lain yang
mempersentasikan sebagai Tuhan Yesus. Mereka
berkata bahwa jelaslah Ia mengetahui jalan keluar dari permasalahan yang ada. Untuk
apa khawatir dan takut karena masih ada mujizat untuk dilihat setiap orang
bahkan dari hal sekecil apapun itu.
Sebagai
murid- murid Yesus, mereka mempertanyakan hal apa yang akan dilakukanNya
diantara ragu- ragu dan percaya. Mungkin mereka juga ketakutan karena akan
dihakimi dan diteriaki banyaknya kerumuhan orang banyak saat itu. Sebagai kerumunan
orang banyak, beberapa diantara mereka mungkin akan menggerutu dan
mempersalahkan diri sendiri yang tidak menyediakan persediaan. Mereka juga
mungkin akan mempersalahkan Yesus dengan meneriaki murid- muridNya karena
kelaparan. Hal lainnya adalah saat mereka melihat Yesus mengambil makanan anak
kecil itu, sebab akan muncul pemikiran manusiawi yaitu: Apa yang salah dengan Yesus, ia tahu
itu makanan anank kecil dan ingin mengambilnya pula untuk kepuasaan pribadiNya?
Setelah
semua presentasi itu, satu hal yang beliau sampaikan bahwa tidak ada satupun
perbuatan kita yang sia- sia bahkan sekecil apapun itu. Beliau menguak hal baru
yang mengugah hati kami tentang si anak kecil yang bahkan tidak diketahui
namanya itu. Pada akhirnya kita hanya alat dan untuk satu alasan mempermuliakan
namaNya. Kemudian ia membiarkan kita memikirkan sebuah kesimpulan dengan
memutar video ini.
Saya
menangis untuk hal ini dan merasa bahwa semua hal yang dilakukan semuanya sia-
sia tetapi buat Tuhan itu sangat berharga. Satu- satunya pribadi yang akan
menerima semua kekurangan bahkan kelebihan kita hanya Yesus. Ia tidak akan
mempertanyakan : Apa semua yang kau berikan adalah persembahan terbaikmu? Sebagai
manusia kita akan terus menjawab dengan penuh kebingungan, mungkin ini bukanlah
yang terbaik.
Menulis
artikel ini bukan berarti saya sudah masuk daftar orang yang akan memberikan
semuanya kepada Yesus. Hanya saja, saya berusaha memberikan yang terbaik dengan
semua persiapan mengajar ini. Saya bukan pribadi yang sempurna, tetapi saat
semua orang menilai setiap hal yang dilakukanku mengajar nanti bahkan namaku. Dengan
percaya bahwa semua ini untuk Tuhan dan Ia akan mengingat segala sesuatunya
bahkan nama panggilan saya yaitu : Ega.
Ini
lima roti dan dua ikanku, Abba. Saya mau percaya padamu, ambil dan lakukan
sesuai kehendakMu. Saya mau berserah, ambil semua ketakutaan, ambisi,
kekhawatiran dan kepercayaan diri ini. Tidak ada pemberian yang terlalu kecil
untukMu, Abba.
Komentar