Hak Asasi Manusia dan Implementasinya pada Kehidupan Beragama


Hak Asasi Manusia (HAM), sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, memiliki pengertian sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengertian dan definisi HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. (Abdulkarim, 2007, hal 71- 73)
Semakin berjalannya waktu maka dipikirkan untuk perlu pembagian bidang, jenis dan macam HAM Dunia yaitu : Hak asasi pribadi atau personal Right, Hak asasi politik atau Political RightHak asasi hukum atau Legal Equality Right, Hak asasi Ekonomi atau Property Rigths, Hak Asasi Peradilan atau Procedural Rights dan Hak asasi sosial budaya atau Social Culture Right. (Monib, 2011)
Adapun kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia, sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Sasaran dari penerapan HAM ini adalah agar setiap manusia dapat menggunakan hak-hak nya sebagai warga negara Indonesia dengan baik, bukan saling menginjak-injak atau merebut hak-hak dari mereka yang di ambil HAM nya.
Jika dilihat dari kehidupan sehari- hari hak asasi manusia di Indonesia hanya berupa kebebasan hidup dan jaminan hidup dari siksaan dan dari kekerasan fisik saja. Sedangkan hal- hal lain yang membahas HAM tersebut tidak diperhatikan seperti adanya kasus: Perizinan beribadah bagi pemeluk kepercayaan atau keyakinan. Seperti yang dilansir oleh Tempo News bahwa adanya dua kasus dimana warga di sekitar tempat Gereja protes dan bermaksud untuk mempersulit kegiataan peribadahan, yaitu GKI Yasmin dan Gereja Protestan Batak Karo, Pamulang.
Kasus Gereja Prostestan Batak Karo, Pamulang mengenai tanah tempat gedung Gereja berdiri yang diklaim sebagai milik sebuah proyek villa. Pihak Gereja menganggap bahwa merekalah yang paling berhak untuk menjadi pemilik lahan, mereka cukup tercengang karena saat dimana Gereja sudah terhitung banyak jemaatnya lalu muncul perdebataan dari pihak villa. Menurut pihak Gereja, mereka tak merasa dirugikan tetapi untuk satu hal yaitu dimana tempat mereka akan beribadah. Kasus lainnya GKI Yasmin, pihak Gereja telah mengikuti peradilan panjang berulang kali untuk memperoleh lahan dan gedung Gereja. Pihak Gereja pada awalnya mendapatkan izin karena surat- surat yang dilampirkan diakui keabsahaannya, tetapi setelah bernafas lega selama beberapa bulan, muncul lagi tuduhan bahwa adanya pemalsuan salah satu suratnya. Pihak Gereja beranggapan ini adalah ujian dari Tuhan yang perlu dilalui dan perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai disitu walaupun ada saat dimana warga sekitar yang merupaan non Kristen pernah melakukan tindakan anarkis. Pengadilan sudah mencoba untuk menganani masalah ini tetapi selalu diselingi dengan kasus suap yang melibatkan pihak terkait demi memenangkan kasus.
Seperti yang dijelaskan pada jurnal Dinamika HAM vol. 2, jika merujuk pada pasal 28 (e) ayat 2 undang-undang hasil amandemen, di sana disebutkan: Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan fikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Undang-undang ini disempurnakan pula dengan pasal 29 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan: Negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-tiap Penduduk untuk memeluk agamanya, dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Undang-undang yang baru disebutkan sebelumnya, pada prinsipnya sudah cukup mapan sebagai jaminan konstitusi untuk kebebasan beragama di Indonesia. Jika ditafsirkan secara bebas, undang-undang ini mencerminkan beberapa prinsip tentang hak kebebasan beragama, yaitu: hak untuk meyakini suatu kepercayaan, dan hak untuk mengekspresikan fikiran serta sikap sesuai dengan hati nurani dan tidak perlu adanya tindakan penolakan dari pihak- pihak tertentu.
Dilihat dari prespektif Kristennya bahwa Hak Asasi Manusia sendiri secara kodrati ada pada diri manusia sebagai karunia Allah ( Kej 1: 28, 2 : 17- 18). Setiap Makhluk ciptaan Tuhan adalah Image Of God jadi tak ada satu pun yang seharusnya di jatuhkan atau mendapat usaha disingkirkan dari sesamanya. Setiap warga Gereja GKI Yasmin dan Gereja Batak Karo, Pamulang adalah pribadi- pribadi yang perlu dihargai dan tak perlu ditolak apalagi tujuannya adalah untuk beribadah.
Mengenai beribadah sendiri, Allah terbukti begitu rindu akan umatnya beribadah kepadaNya. Kitab Keluaran mendeskripsikan bagaimana berulang kali Allah mengatakan kepada Firaun melalui Musa untuk membiarkan Bangsa Israel datang beribadah kepadanya. Allah menginginkan umatNya datang kepadaNya bahkan adalah cara untuk membuktikan keseriusanNya, di berikanlah sepuluh tulah untuk Mesir. Allah tak pernah main- main dalam perkara seperti ini, tangan Tuhan akan bekerja pada waktunya. Adalah benar bahwa tangan Tuhan akan bekerja, sesuai waktu yang tepat.
HAM bersifat mendasar atau fundamental dan universal. Hak asasi mengikat siapapun sehingga tidak dapat ditiadakan, dirampas, atu dicabut: karena hak asasi tersebut manusia akan kehilangan kemanusiaannya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, untuk menghargai dan menegakkan HAM dalam hal ini kepercayaan atau keyakinannya dapat dilakukan melalui perilaku sebagai berikut : Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan, Memahami bahwa selain memiliki hak asasi setiap orang juga memiliki kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, Tidak semena-mena terhadap orang lain dan Menghormati hak-hak orang lain.
Mengingat bahwa setiap kasus yang ada perlu ditanggulangi dengan langkah nyata untuk mewujudknnya, diperlukan dengan penggalangan pemahaman tentang HAM. Dapat dilakukan melalui sosialisasi nilai-nilai HAM mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Upaya ini dapat pula dilakukan melalui kampanye, diseminari atau publikasi media massa. Langkah yang terkoordinasi antara berbagai lapisan masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat, pemerintah dan PBB, tentu akan memberi dampak positif bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Langkah lain yang perlu segera dilakukan adalah dicanangkannya kampanye HAM secara nasional, untuk meningkatkan pemahaman HAM dan hak-hak mendasar lainnya.


REFERENSI
Abdulkarim,A. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun warga Negara yang Demokratis. Grafindo: Jakarta
Anthony, K. 2008. Jurnal Dinamika Hak Asasi Manusia Vol.2, No 1. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Lubis, T. 2005. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia. Gramedia: Jakarta
Mintho, R. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan : Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa. Grasindo: Jakarta
Monib, M., Islah, B. 2011. Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish Madjid. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta


Komentar