Fusi Horizon dan Penerapannya untuk Materi IPS

 

Fusi Horizon dan Penerapannya untuk Materi IPS

Oleh : Whitney Mega Priskila Talahatu – 47B



Gadamer adalah seorang philosof hermeneutik yang mendapatkan banyak pengaruh dari  seorang Heidegger, Ia didorong untuk meninggalkan filsafat filologi klasik. Selain Heidegger, Aristoteles juga berpengaruh pada pemikiran Gadamer yang membantunya memahami bahwa teologi  dan agama adalah penting di dalam filsafat. “Karya Gadamer di antaranya: disertasi yang berjudul, Das Wesen Der Lust in den Platonischen Dialogen dan Wahrheit und Methode”(Davey, N. 2021)

Dalam penulisan ini saya akan mencurahkan pemahaman setelah membaca beberapa buku dan mendengarkan presentasi kelompok dan tanggapan Pak Budi Hardiman mengenai konsep pemikiran Gadamer mengenai horizon . Kemudian, saya akan menjelaskan keterhubungan cara mengajar saya sebagai guru di kelas dan cara memfasilitasi siswa dalam meleburkan horizon berpikirnya pada materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Saya akan merincikan dalam beberapa Langkah, pertama sedikit hasil hasil pemikiran Gadamer, menjelaskan tiga aspek tindakan pedagogis dengan melihat antropologi, etika, epistimologi dan yang terakhir aplikasinya.

Pandangan Gadamer tentang Pemahaman

Gadamer menyatakan bahwa sebagai “seorang manusia kita sebelum memahami dirinya sendiri, sesungguhnya telah memahami dirinya dalam suatu cara yang bersifat eviden” (Regan, P. 2021) Jadi tidak selamanya manusia dalam posisi tidak memahami, manusia akan belajar memahami dengan melihat bukti nyata. Seperti melakukan tes pengetahuan dan sikapnya bukan hanya sekali tetapi beberapa kali untuk mendapatkan keutuhan proses memahami itu. Hal ini juga disampaikan Bapak Budi Hardiman dalam bukunya tentang Gadamer yang menyatakan bahwa memahami bukanlah sebuah representasi atas makna dari masa silam, melainkan sebuah peleburan antara horizon masa silam dari pengarang dan horizon masa kini dari pembaca ( Hardiman, B. 2015). Manusia tidak dapat berfokus pada pemahamannya dari masa lalu saja, melainkan perlu melihat sesuatu yang lebih terkini agar terjadi seperti sebuah percakapan atau dialog antara dua orang yang saling berbicara. Dalam arti ini dialog menjadi lebih rasional untuk memahami suatu persoalan.  

Jean Gordin dalam penelitiannya menyatakan, “ untuk  memahami kita setidaknya membutuhkan empat konotasi: pemahaman intelektual  (intellectual grasp), pengetahuan praktis (practical know- how), persetujuan (agreement), dan aplikasi dan terjemahan (application and translation)” ( Davey, N. 2021) Dalam hal ini manusia yang sudah sampai kepada titik mendapatkan pemahaman intelektual perlu untuk merumuskannya dengan kata- kata yang dapat diartikulasikan dengan baik lewat kejernihan bahasa. Kita bukan sekedar mendapatkan pemahaman belaka tetapi perlu disampaikan dengan bahasa yang dapat dipahami dan disetujui serta dapat diaplikasikan seiring berjalannya waktu.

Bagian hakiki konsep pemahaman dan situasi adalah konsep horizon. Horizon adalah jangkauan penglihatan yang mencakup segala hal yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu. Bila diterapkan pada pemikiran, kita berbicara tentang kesempitan horizon, tentang pelebaran horizon, tentang pembukaan horizon baru dan seterusnya. “Seseorang yang tidak mempunyai horizon adalah seseorang yang tidak melihat cukup jauh dan karenanya telalu melebih- lebihkan apa yang paling dekat dengannya” (Reagan, P. 2021).

“Memperoleh sebuah horizon berarti bahwa orang belajar melihat melampaui apa yang dekat tejangkau tangan- bukan untuk mengalihkan pandangan darinya, melainkan untuk melihatnya secara lebih baik di dalam sebuah keseluruhan yang lebih luas dan dalam proporsi yang lebih benar”(Reagan, P. 2021). Jadi memahami sebuah makna dan kebenaran akan terus bergerak bersama dengan waktu sehingga interpertasi kita dapat diaplikasikan menjadi suatu proses yang terpadu. Aplikasi bukanlah hal yang terpisah dari pemahaman, melainkan merupakan bagian integral pemahaman. Seorang pembaca memahami dengan mengaplikasikan teks pada konteks tertentu. Hal ini terjadi karena pemahaman merupakan hasil peleburan horizon- horizon. (Hardiman, H. 2015)

Pandangan Gadamer tentang Manusia

Pada bagian ini saya mencoba untuk menguraikan pandangan Gadamer mengenai apa itu manusia. Gadamer berpendapat bahwa manusia adalah pemahaman itu sendiri yang berarti sosok manusia sebagai pemahaman, proses memahami dan kesepahaman. Manusia adalah makhluk yang secara kodrati ditentukan oleh proses memahami. Jadi hal penting yang utama tentang manusia itu adalah makhluk sosial, artinya manusia bukan saja berdasarkan pada keberadaanya (eksistensial) tetapi manusia juga mampu berinteraksi untuk menjalin hubungan dengan makhluk lain. Kedua setiap manusia mempunyai kemampuan untuk memahami, sehingga manusia dapat menginterpretasi sesuatu berdasarkan konstruksi kognitifnya masing- masing yang dipengaruhi banyak dari kultural setiap individu. Maka untuk mencapai pemahaman, manusia harus meleburkan dirinya ke dalam bahasa tersebut, meluaskan horizon berpikirnya, hingga mencapai kesepahaman.

Pandangan Gadamer tentang Bersikap

Seorang manusia tidak dapat memaksakan horizon berpikirnya kepada manusia lainnya. Manusia harus selalu belajar meleburkan horizon berpikirnya, sehingga akan selalu merasa tidak cukup akan informasi atau ilmu pengetahuan. Manusia memiliki horizon yang luas akan menjadi dirinya dan dapat berpikiran terbuka dan tidak egois. Menurut Josef Bleicher dalam tulisan Lina Kushidayati bahwa dalam “ memahamai selalu ada prasangka legitim dan illegitim. Menurutnya prasangka legitim adalah sesuatu yang masuk akal dan dapat diterima, mengikuti batas- batasan tradisi, tidak merugikan orang lain dan menerima kritikan dan saran. Sebaliknya prasangka illegitim adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan mendapat penolakan, terlalu bebas, merugikan orang lain dan tidak dapat dibantah” (Kushidayati, L.2014).

Pandangan Gadamer tentang Proses Memperoleh Pengetahuan

Manusia dalam hal memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru selalu melalui peran prasangka.Dalam hal ini artinya seluruh pemahaman manusia menurut Gadamer bersifat prejudice, sehingga menyebabkan sangat tidak memungkinkan seseorang dapat mendekati dan memahami dokumen sejarah dengan cara benar- benar netral, dan selalu terjadi pola prasangka atau prejudice itu sendiri. Upaya objektivitas dalam hermeneutic menjadi hal yang sulit dicapai, namun demikian yang dapat kita sebagai penafsir lakukan adalah dengan memproduksi makna yang terkandung dalam teks atau fenomena, sehingga teks dan fenomena menjadi lebih kaya dengan makna sebagai bentuk kesepahaman. Memproduksi makna disini dengan artian mencari fakta ataupun data, tidak menelan mentah- mentah atas apa yang dipahami. Sehingga akan terbentuk pemahaman yang objektif.

Penerapan Pandangan Gadamer sebagai Langkah Nyata

Saya sebagai guru Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) paham betul bagaimana banyak perbedaan pemahaman antara satu siswa dengan yang lainnya. Dalam topik Gerakan 30 September oleh PKI (G-30 S PKI ), saya selalu meminta mereka untuk mengumpulkan sebanyak- banyak literatur dan tidak hanya berpatokan pada buku pegangan siswa. Dalam hal ini guru ingin mereka menemukan sendiri dari setiap literatur masa lampau dan masa kini. Setelah itu sebagai guru saya sadar, betapa kurangnya diri ini memberikan saran untuk membaca komentar di situs masa kini. Sedangkan menurut Gordin “ bukan karena komentar masa lalu, melainkan karena komentar terkini itu menyajikan pemahaman atas pemahaman masa lalu dengan cara yang berhubungan dengan kekinian kita sebagai pembaca.” (Hardiman, B.2015). Dari titik ini siswa juga butuh pendampingan guru, agar sebagai pembaca mereka tidak melewati prasangka yang illegitim. Guru dapat memberikan evaluasi atau masukan kepada mereka yang telah melakukan studi literatur dilanjutkan dengan kegiatan presentasi. Hingga siswa tidak hanya berhenti pada pemikiran benar menurutnya, melainkan Gadamer berpendapat bahwa pemahaman, interpretasi dan aplikasi merupakan satu proses yang terpadu untuk mencapai fusi horizon. (Reagan, P.2021)

Referensi :

Dostal, R. 2002. Gadamer: The Man and His Work, ed The Cambridge Companion to Gadamer, Cambridge University Press

Davey, N. (2021, Oktober 10). Gardamer’s Basic Understanding of Understanding.Stanford Encyclopedia od Philosophy  https://plato.stanford.edu/entries/gadamer/

Hardiman, B. 2015. Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, Yogyakarta : Kanisius  
Kushidayati, L. 2014. Hermeneutika Gadamer dalam kajian hukum. Kudus: Yudisia

Reagan, P. (2021, Oktober 10) Hans Georg Gadamer’s Philosophical Heremeutics: Concept of Reading, understanding and interpretation https://www.researchgate.net/publication/273447378_Hans-Georg_Gadamer's_philosophical_hermeneutics_Concepts_of_reading_understanding_and_interpretation

Komentar