MANIFESTO
PENDIDIKAN
“
SEMATAN MEDIA SOSIAL YANG CENDERUNG BERAKIBAT SALAH TAFSIR”
Oleh
: Whitney Mega P Talahatu – 47B
Hidup di sebuah negara
yang pluralistik membuat seluruh Warga Negara Indonesia perlu dilatih sejak
dini untuk menafsir segala hal dengan pandangan yang luas. Konsep ini menurut
saya penting karena dari titik ini, kita dapat berpikir untuk merehabilitasi
kebenaran itu sendiri. Selama menjadi seorang pendidik yang memperkenalkan ilmu
sosial kepada setiap calon pemimpin di kelas, yaitu peserta didik. Saya selalu
memperhatikan kemampuan mereka dalam berinteraksi sosial, terlebih di masa kini
yang sulit melakukan pertemuan tatap muka di ruangan yang sama. Peserta didik
menghabiskan waktu belajar daring serta istirahatnya dengan berselancar di
dunia maya. Dunia maya menyediakan media sosial sebagai ruang, bagi mereka
untuk mengekspresikan diri dan memberikan pendapat. Banyak hal menarik di
dalamnya, contohnya; salah satu kebiasaan peserta didik untuk mengamati banyak
objek yang eksis dengan sebuah prasangka. Mereka memberikan tanda suka,
mengomentari hingga mengkampanyekan suatu hal. Tapi yang disayangkan, saat
ditanyakan pemahaman yang melatar belakangi proses tersebut, mereka tidak mampu
untuk mengajarkannya sebagai sebuah kebenaran yang dibentuk olehnya.
Dalam memecahkan masalah
ini, hermeneutika dapat menjadi solusi terbaik. Hermeneutika adalah retorika
dan filsafat praktis ( etika ). Hal ini merupakan seni, dan bukan sekedar ilmu
pengetahuan, dalam prosesnya selalu terkait dengan pengertian tentang realitas.
Artinya untuk memahami suatu objek perlu disentuh dengan akal budi. Kita perlu
menggambungkan pengertian yang bersifat partikular dalam konteks yang lebih
luas. Pengamatan saya di paragraf satu bersangkut paut dengan realitas sosial,
proses memahaminya adalah bentuk tindakan dan ekspresi seseorang untuk
mencerminkan apa yang dihayatinya di dalam kehidupan atau yang kita kenal
dengan pengalaman hidup. Pengalaman hidup dapat dipahami melalui proses
rekonstruksi ulang yang dilakukan oleh manusia.
Praktik hermeneutika
terbaik adalah, meminta peserta didik untuk membaca kembali sebuah objek atau
hasil sematan di media sosial dan merehabilitasinya sehingga maksud asli si
penyemat ditempatkan sebagai hal sekunder, sedangkan tema utama pembicaraan
lebih difokuskan dan tidak menutup kemungkinan untuk perubahannya seiring
berjalan waktu. Proses hermeneutika atau menafsirkan harus terus berjalan agar
mampu menggeser horizon berpikir peserta didik, selanjutnya yang perlu
diperhatikan adalah bentuk dialog itu sendiri. Ketika mereka membaca satu teks
sematan tertentu, aspek linguistik dari pengertian manusia ini sangat penting
untuk dirumuskan lewat kata- kata, kemudian disampaikan dengan kejernihan
bahasa dalam komunikasi yang baik. Akhirnya, akan muncul peserta didik yang
merupakan calon pemimpin Negara Indonesia yang memiliki ilmu pengetahuan dan
menjadi pembelajar yang baik. Mereka dapat mempraktekkannya dengan berpikir,
menafsirkan dan mengkomunikasikan suatu kebenaran dengan tepat.
Komentar